Laman

Thursday, May 7, 2015

MENYUSURI JEJAK PERADABAN DI PEGUNUNGAN HALIMUN -- SUPERMOTO INDONESIA


design by me  
design by me



















Indonesia memiliki pemandangan alam dan budaya yang luar biasa indah, bahkan beberapa tidak dimiliki oleh negara lain. Namun sayangnya banyak dari sumberdaya yang indah itu tidak didukung oleh aksesibillitas yang baik. Terkadang kita harus melewati aspal rusak berpuluh-puluh kilometer, berbatu, bahkan tidak jarang berlumpur. Maka itu kita perlu “Supermoto”, sebuah mesin penjalah yang handal disegala medan.

SUPERMOTO foto by: oky 
SUPERMOTO foto by: oky

Supermoto lahir atas kawin silang antara motor trail dan road race. Motor trail yang awalnya dipersiapkan untuk menggasak lumpur atau medan offroad direkayasa pada rodanya untuk penggunaan jalan raya, aspal atau sirkuit balap. Diameter velg dirubah menjadi 17-17 dan dibalut dengan ban highway terrain. Pada mulanya diluat negeri sana supermoto sendiri diciptakan untuk arena balap sirkuit dengan 30 persen offroad dan 70 aspal. Namun di indonesia, karena arena sirkuit yang mampu mengakomodir itu terbatas maka supermoto sendiri lebih banyak digunakan untuk turing. Turun ke jalan raya dan menjelajah tak tentu arah. Hasil pertemuan 2 clan motor yang saling jatuh cinta ini melahirkan sebuah kendaraan penjelajah paling efektif di negeri ini. Dengan tenaga yang besar, suspensi nyaman dan handling yang ringan supermoto mampu mencapai daerah yang tidak bisa dilalui kendaraan lain, meskipun tentunya terdapat beberapa adaptasi pada jok dan gir atas alasan kenyamanan.

Pada kesempatan kali ini Supermoto Indonesia yang di motori oleh Chapter Depok mencoba menelurusi jalur tua bagian selatan Pegunungan Halimun - Jawa Barat. Mengunjungi desa-desa sisa peradaban Kerajaan Sunda, Desa Adat Kasepuhan Citorek dan Desa Adat Kasepuhan Ciptagelar. Sedangkan jalur yang dilalui antara lain Depok – Parung - Leuwi Liang – Jasinga – Cipanas – CITOREK – Warung Banten – Maja – Pelabuhan Ratu – CIPTAGELAR – Pelabuhan Ratu - Cikidang – Cihideung – Bogor – Depok. Menempuh 412 km dalam 48 jam.

Jalur ini memang cocok sebagai pelipur rindu perjalanan panjang. Meskipun jaraknya  tidak terlalu jauh namun cukup menguras tenaga, karena kurang lebih dari 100km struktur jalan terbentuk dari aspal rusak, batu susun, gravel dan lumpur, dimana kita sering menyebutnya jalur MAKADAM. “Cocok sih buat obat kangen, karena jalur makadam yang panjang bagus untuk melatih ketahanan dan handling, juga tidak lupa yang terpeting adalah kita bisa saling kenal dan sayang” kata Igor, sebagai ketua SMI Depok Chapter .

foto by me 
foto by me

Perjalanan dimulai pada tanggal 1 Mei 2015 pukul 00.00 dari Lenteng Agung. Menelusuri kota margonda dan menuju Pasar Parung. Disini kami sempat menunggu beberapa kawan untuk dapat bergabung. Sehingga total 22 orang yang ikut pada even kali ini. Perjalanan dilanjutkan menuju Leuwi Liang, Jasinga dan Cipanas. Jalurnya cukup sepi, dan memang kami menghidari pengendara lain karena rawan kecelakaan. Aspalnya halus dan sudah mulai berkelok-kolek dan menanjak selepas leuwi liang. Melewati jalan kosong diantara pekebunan kelapa sawit dengan kecepatan stabil 100km/jam membuat kami mengantuk. Ada beberapa rider sebut saja agung, dito, rudi dan tyaz memutar torthle agak dalam mencoba cornering di jalur ini.

Setelah melewati kota cipanas yang terkenal dengan wisata air panas belerangnya kami mendapati simpang jalan. Ada papan petunjuk ke kanan arah Rangkas Bitung dan ke kiri arah Warung Banten. Kami mengambil jalur arah Warung Banten yang bertuliskan 52km. Kondisi jalan mulai mengecil dan dialiri sungai di sisi aspal yang halus. Jalanan berkelok dan menanjak di temani pemandangan alam yang kami pikir sangat indah, meskipun kondisi sangat gelap, hampir hanya memanfaatkan penerangan dari kendaraan kami.

Kami berjalan kurang lebih 2 jam menyusuri beton dan berhenti sejenak diantara hutan pinus. Udara pegunungan sudah mulai terasa di pori-pori kulit wajah. Cahaya bintang kini tak ada tandingan lagi di langit yang tinggi. Kami istirahat sejenak untuk membuat api unggun dan kopi racikan om alfie. Dengan sedikit kecewa karena kondisi jalan masih dalam kondisi bagus, belum ketemu makadamnya.

foto by me 
foto by me

Azan subuh berkumandang memecah hutan sebagai tanda matahari dipersilahkan menggantikan bulan. Kami berbegas melanjutkan perjalanan menuju desa Citorek. Suasana pagi ini sangat indah, mentari perlahan masuk lewat sela-sela pepohonan yang masih berkabut. Lumbung-lumbung padi khas adat kasepuhan tegak berdiri menjaga desa. Suara-suara mesin pencari emas terus bernyanyi sepanjang hari, menghiasi keaslian desa disalah satu lembah gunung halimun.

Citorek sendiri merupakan salah satu dari Desa Adat kasepuhan yang mendiami Gunung Halimun. Hidup diantara ketinggian 500-1000 mdpl dan dikelilingi oleh gugusan gunung serta hutan Taman Nasional Halimun-Salak membuat tempat ini menjadi tempat sejuk yang nikmat untuk dikunjungi. Masyarakatnya unik dimana masih memegang teguh adat istiadat sunda tua yang di tandai dengan lumbung-lumbung padi dan rumah masyarakat setempat.

Setelah mengisi bahan bakar kami melanjutkan perjalanan ke arah barat. Di jalur ini mulai menyulitkan kami. Jalur mulai menanjak ditambah struktur jalan yang tersusun atas bebatuan yang tidak beraturan. Diperburuk lagi oleh embun yang membasashi permukaan batu. Satu-persatu tumbang. Berapa kawan membuang sedikit tekanan ban agar mendapatkan traksi di batu yang licin. Kawan lainnya harus turun dari motor membantu yang sedang kesulitan menanjak.

foto by me 
foto by me

Mentari terus menghangatkan bumi, mata kami terpicing, stamina kami terus terbuang keudara. Jalur makadam yang panjang ini jelas cukup melelahkan. Akhirnya pukul 12 kami menemukan jalur yang beradab. Aspal meskipun tidak terlalu bagus, tetapi lumayan tidak sejelek jalur makadam citorek tadi. Langsung lanjut menuju Pelabuhan Ratu lewat jalur Cimaja.

Sampai Pelabuhan Ratu kira-kira pukul 14.30 wib, kami makan siang dan tidur sejenak dirumah seorang kawan. Ikan asin, sambil terasi plus sayur asem jelas membuat kami ngantuk. Dari perut turun ke mata.

Waktu menunjukan pukul 18.00. kami melanjutkan perjalanan menuju Ciptagelar. Jalurnya terus menanjak. Di mulai dari aspal rusak sampai makadam. Pada jalur ini terlihat lebih parah dari jalur Citorek. Karena hujan disiang harinya membuat susunan batu yang menanjak menjadi sangat mengerikan. Ditambah lagi kondisi malam hari yang minim penerangan. Sukurlah kami mampu melewatinya dengan aman, meskipun tidak sedikit yang berjatuhan. Tim terpisah menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari minimal 3 orang. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi penumpukan di tanjakan-tanjakan yang curam, karena kami harus melewatinya satu-persatu.

ciptagelar di pagi hari
foto by: imam 
ciptagelar di pagi hari foto by: imam

Akhirnya rombongan terakhirnya sampai juga di Imah Gede pukul 00.00. Imah Gede atau Rumah Besar adalah sebuah rumah yang disediakan secara khusus untuk para tamu yang datang ke Desa Adat Kasepuhan Ciptagelar. Setelah bersih-bersih, makan malam dan sedikit canda tawa khas SMI Depok kami pun kembali ke peraduan. Melunasi sisa kantuk dan lelah dari hari kemarin.

Kami sempat berbincang dengan Abah Ugi. Orang nomor satu di Desa Adat Ciptagelar. Orangnya masih cukup muda dan berfikiran terbuka. Penggunakan teknologi sangat lumrah di desa ini. Bayangkan saja dipuncak gunung yang dikelilingi hutan lebat kita masih dapat menikmati koneksi internet yang cepat, bahkan ada free wifi (katanya). Hal ini merupakan hasil dari Abah Ugi yang memiliki visi jauh kedepan atas kemajuan rakyat kasepuhannya. Namun meskipun teknologi informasi berkembang disini, masyarakatnya sampai saat ini masih tetap teguh menjaga adat istiadat yang ada.

foto by: imam 
foto by: imam

Kami bergegas pukul 11.00 tanggal 2 Mei 2015 dari Ciptagelar kembali menuju Pelabuhan Ratu untuk makan siang. Di pelabuhan ratu kami beristiahat sambil menikmati suasana pantai. Ada sebagian orang berenang, melakukan aksi freestyle, main bola dan lain-lain.

Keceriaan ini seakan-akan mengubur kelelahan kita paska riding di hari kemarin. Tawa lepas, saling olok khas SMI Depok menambah tali persaudaraan kita. “Event ini bagus, diharapkan memberikan kekompakan bagi SMI Depok karena baru di bentuk dan juga SMI secara umum” kata Alfi sikumbang sebagai penasehat di SMI Depok Chapter.

Selepas magrib kami bergegas kembali ke Jakarta melalui jalur favorit Cikidang. Sayangnya kondisi saat itu hujan dan licin sehingga perjalanan diperlambat demi mengaja keselamatan diri karena keluarga menunggu dirumah.

See u next trip

design by me 
design by me

SUPERMOTOINDONESIA DEPOK CHAPTER
Sumber : https://www.facebook.com/notes/10153201788811047/